Sebut saja Mak Blenduk. Ia adalah orang paling tajir sekampung. Semua tahulah kekayaannya, bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana rumahnya yang mewah, mobilnya yang berderet dan lain-lain sebagai simbol kekayaannya.
Sekarang ini, dia telah memiliki 5 buah mobil di garasi, eeehhh… kok malah kemarin beli mobil lagi, untuk apa?
Bahkan, mobilnya lebih banyak dari jumlah keluarganya yang hanya 4: suaminya, dirinya, dan dua anaknya, itu pun yang satu masih SD, yang lainnya masih SMP.
Ketika ia membeli mobil ke-3, ia mengatakan pada orang-orang kampungnya, “Ini untuk Denok, anaknya yang masih SMP.”
Ketika ia membeli mobil ke-4, dia bilang, “Mobil itu untuk Kenang, anaknya yang masih SD.”
Ketika dia beli mobilnya yang ke-5, dia bilang lagi, “Mobilnya ini untuk……..” dia tampak berpikir sebentar “Hmm… untuk siapa ya…” Ia berpikir lagi, “Untuk pembantuku saja ah… suda lima belas tahun mengabdi masa ga diapresiasi ya kasihan…”
Kini, ia membeli mobil lagi, mobil ke-6 yang sewaktu ditanya untuk siapa, malah bilang, “Nanti saya kasih tahu untuk siapa…..” kata Mak Blenduk.
Orang-orang yang mendengar jawaban Mak Blenduk terheran-heran. “Dasar Mak Blenduk ini, barang ga begitu dibutuhkan kok dibeli?”
Orang-orang kampung mulai kasak-kusuk, Mak Blenduk kok bisa kaya gitu uangnya dari mana? Nyopet, nyolong, apa ngepet? Setelah diselidiki, ternyata uang itu hasilnya kredit di bank. Mak Blenduk kan senang sekali sama yang namanya kredit.
“Jadi sebetulnya, Mak Blenduk itu tidak punya uang to? tanya Karmin pada Karjo, keduanya warga negara biasa, tetapi penggosip kelas wahid.
“Ya punya to, tapi uang utangan.”
“Berarti ya hakikatnya ga punya uang to, utangan minus dalam ilmu matematika. Hayah, sok kemlinthi (banyak tingkah)!”
“Dasar Mak Blenduk, beli mobil ga jelas untuk siapa, eee… ini kok malah pake uang kreditan?”
“Itulah, Mak Blenduk, kalau kamu mau tahu.”
Seperti biasanya, orang-orang kampung ini kan selalu mencari kelemahan, masih belum cukup iri hatinya pada Mak Blenduk, dicari lagi hal-hal lainnya.
Kali ini timbul pertanyaan, untuk apa sih Mak Blenduk dibela-belain melakukan itu semua sampai berpayah-payah gitu?
Usut punya usut, ternyata Mak Blenduk punya musuh, orang yang sangat dibencinya sampai ke liang lahat. Siapa lagi kalau bukan orang pasar yang namanya Mak Jegur. Tidak tahu masalahnya apa, yang jelas Mak Blenduk kerap mondar-mandir di rumahnya yang kebetulan hanya 200 meter dari rumah Mak Blenduk sendiri.
Tentu saja, ia mondar-mandir dengan mobilnya yang gonta-ganti.
Banyak orang yang membeli barang-barang yang tidak mereka butuhkan dengan uang yang tidak mereka miliki hanya untuk mengesankan orang-orang yang bahkan mereka tidak sukai.