Seandainya Kehidupan Yang Telah Berlalu Bisa Kujalani Kembali

Seorang bertanya kepadaku tempo hari, seandainya kehidupanku yang sudah berlalu dapat kujalani kembali, apakah ada hal-hal yang ingin kuubah?

Tidak, jawabku, tapi kemudian aku mulai berpikir…

Seandainya kehidupanku yang sudah berlalu dapat kujalani kembali, aku akan lebih sedikit bicara dan lebih sering mendengarkan.

Aku akan mengundang teman-temanku untuk makan malam, meskipun permadaniku bernoda dan kain sofaku sudah pudar.

Aku akan makan jagung berondong di ruang duduk yang “nyaman” dan tidak terlalu peduli akan kotor ketika ada yang ingin menyalakan perapian.

Aku akan menyisihkan waktu untuk mendengarkan kakekku mengoceh tentang masa mudanya.

Aku tidak akan pernah bersikeras menutup jendela mobil di musim panas karena rambutku baru selesai ditata.

Aku akan menyalakan lilin merah muda yang dibentuk seperti bunga mawar sebulum lilin itu meleleh di gudang.

Aku akan duduk di pekarangan dengan anak-anakku dan tidak peduli akan kotor karena rumput.

Aku tidak akan terlalu sering menangis dan tertawa ketika menonton televisi–tetapi menangis dan tertawa lebih sering ketika menyaksikan kehidupan nyata.

Aku akan lebih sering berbagi tanggung jawab dengan suamiku.

Aku akan tidur di saat sedang sakit, dan tidak beranggapan bahwa dunia akan berhenti berputar jika aku tidak aktif hari itu.

Aku tak akan pernah membeli sesuatu hanya karena barang itu praktis, tidak mudah kotor, atau bergaransi seumur hidup.

Aku tak akan mengeluh dan menginginkan agar kehamilan sembilan bulan segera berakhir. Alih-alih aku akan menikmati setiap saat kehamilan itu dan menyadari bahwa keindahan yang sedang tumbuh dalam rahimku adalah satu-satunya peluang yang kumiliki untuk membantu Tuhan menciptakan keajaiban.

Ketika anakku menciumku dengan spontan, aku tak akan pernah berkata “Nanti saja. Sekarang cuci tanganmu, kita akan makan malam.”

Akan lebih sering kuucapkan “Aku cinta padamu” dan “Maafkan aku,” tapi yang paling penting, jika aku bisa menjalani kembali kehidupanku yang lalu, aku akan menikmati setiap saat, memandangnya dan benar-benar menghayatinya, dan tak akan pernah menyerahkan kembali.

Erma Bombeck [21 Februari 1927 – 22 April 1996]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top