Alkisah, suatu hari, seorang ayah muda membawa anaknya yang baru berusia sekitar 4 tahun untuk bermain di taman hiburan. Mereka sedang menantikan parade menyambut ulang tahun taman hiburan tersebut yang akan digelar mulai petang hari.
Setengah jam sebelum atraksi dimulai, si ayah mengajak anaknya menuju tempat menunggu yang dianggap paling strategis untuk menonton parade.
Tak lama kemudian, orang yang berkumpul pun semakin banyak saat parade hendak dimulai. Si anak bergerak ke sana-sini dengan tidak sabar.
“Ayah, kapan mulai paradenya?” Beberapa kali suara kecilnya nyaring bertanya.
“Sebentar, Nak. Tuh lihat… sebentar lagi mulai. Sabar ya,” kata si ayah menenangkan anaknya.
Tidak lama, terdengar suara sirine tanda dimulainya iring-iringan parade. Drumband pun terdengar menyemarakkan suasana diikuti dengan barisan artis dengan gaun yang berwarna-warni, kereta bunga, sepeda hias; semua indah dan seru.
Tetapi si anak kecil yang tadinya berada di baris depan, terdesak ke tengah dan berakhir di pinggang gendongan ayahnya. Ia pun mulai menangis.
Si ayah dengan nada tidak sabar berkata, “Ssttt. Diamlah sayang. Parade sudah dimulai, kenapa kamu menangis? Lihat tuh, si Panda lewat. Eeehhh, kalau kamu terus menangis begini, lain kali ayah enggak mau ngajak nonton parade lagi, lho.”
Tetapi si anak tidak menjawab. Malahan suara tangisnya semakin keras. Akhirnya ayahnya melepaskan gendongannya dan berjongkok untuk melepas kejengkelannya.
Tiba-tiba si ayah menyadari, yang dilihat anaknya adalah kerumunan orang, panas dan kepengapan udara. Walaupun sudah digendong di pinggangnya, tetapi tetap saja kerumunan orang membuat anaknya kurang nyaman dan tidak bisa melihat parade dengan jelas.
Si ayah pun segera mengangkat anaknya dan menaruh di bahunya. Karena bebas dari kepengapan udara dan kekagumannya melihat parade yang indah, isak kecilnya tidak lama berubah dengan senyum dan keceriaan.
Akhirnya mereka berdua bersenang-senang melihat seluruh atraksi dan pertunjukan kembang api hingga di penghujung acara. Waktu tidur pun terlewatkan karena keasyikan menonton keramaian.
Di perjalanan pulang, si kecil tertidur pulas di pangkuan ayahnya. Si ayah pun membelai sayang putra tunggalnya, tersenyum puas karena kualitas waktu yang bisa disisihkan untuk kebersamaan mereka dan kemampuannya memperbaiki kesalahan, yang mampu mengubah tangis si kecil dengan tawa ceria.
Semoga kenangan manis ini akan selalu mereka bawa di perjalanan kehidupan nantinya.
Sama dengan cerita anak kecil yang digendong sang ayah dalam cerita di atas, kalau dia tidak diangkat ke atas maka penglihatannya terganggu dan tidak bisa menikmati parade dengan puas.
Dalam kehidupan kita juga sama. Kalau pandangan hidup kita sempit, kerdil, dan pendek maka apa yang kita peroleh juga sama, tidak akan memuaskan.
Untuk menikmati kehidupan ini dengan maksimal dan berarti, kita perlu melatih dan memiliki pandangan hidup yang besar, tinggi, luas sehingga kita mampu senantiasa menguasai masalah yang muncul. Dan tentu, mampu mengubah kesedihan menjadi kebahagiaan, susah menjadi senang, dan meraih prestasi yang lebih baik.
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.