Maaf

Kita sering merasa sulit memaafkan orang telah menyebabkan kita menderita. Memang itu bukan perkara yang mudah. Tetapi sesungguhnya, “memafkan” bukanlah untuk kepentingan mereka yang bersalah kepada kita, melainkan untuk kebaikan diri kita sendiri.

Merasa marah, benci, atau sakit hati setelah seseorang menyakiti kita pada sebuah peristiwa tertentu berarti kita mengizinkan orang tersebut menyakiti kita terus-menerus.

Mengapa kita mengizinkan orang tersebut menikmati kesenangan “terus-menerus” meski mengetahui bahwa hidup kitalah yang terus menderita akibat perlakuannya?

Mengapa tidak sebalikanya, kita menunjukkan bahwa kita telah “move on” dan hidup dengan baik? Dengan begitu, kita telah menghentikan rasa “senang” mereka terhadap penderitaan kita. Bukankah itu pilihan yang lebih baik?

Kata “Maaf” tidak akan membuat yang terlambat jadi tepat waktu.

Kata “Maaf” juga tidak akan membuat yang terlanjur tersakiti jadi sembuh sedia kala.

Kata “Maaf” apalagi, juga tidak bisa mengembalikan yang telah pergi; menghapus salah menjadi benar; yang rusak seketika menjadi baik.

Tidak bisa.

Tapi kata “Maaf” yang tulus dan ihklas, melampaui ukuran itu semua, melewati ukuran dunia.

Kata “Maaf” bisa menyiram hati menjadi lebih cemerlang. Bening. Damai. Dan itulah hakikat memaafkan.

Memaafkan itu membebaskan diri dari jeruji besi keterpurukan.

6 thoughts on “Maaf”

  1. Sugi Kawulo Alit

    Itulah kehidupan, meminta maaf atau memaafkan itu menjadi tidak terasa bagi orang yang hatinya jembar, luas dan penuh dengan rasa syukur.
    Maafkanlah kesalahanku sobat, jika selama ini aku telah banyak melukai hati dan perasaanmu. 🙏

  2. You really make it seem so easy with your presentation however I to find this topic to be actually
    something which I believe I’d never understand.
    It seems too complex and very vast for me. I’m having a look
    forward on your subsequent submit, I will try to get the hang of it!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top